​BERBAGI PENGALAMAN MENDAKI GUNUNG BERSAMA BALITA ALA JERNIH

“Sebuah bangsa tidak akan kehilangan sosok pemimpin selama pemudanya sering bertualang di hutan, gunung, dan lautan” Henry Dunant



Berkeinginan memperkenalkan kegiatan di alam sejak dini kepada si kecil dengan cara menantang—naik-naik ke puncak gunung—ala petualang?

Belakangan ini, kami memperhatikan tren wisata ke alam, salah satunya hiking ke gunung kian marak. Pada akhir pekan dan hari libur, gunung-gunung kerapkali dipadati para pendaki. Bahkan, tidak jarang pengunjung di sebuah gunung bisa menembus angka ribuan orang. Fenomena ini tidak hanya merambah di kalangan muda saja, para orangtua yang memiliki anak bahkan masih balita pun ada yang membawa serta anaknya melakukan pendakian.

Memang, banyak manfaat kegiatan di alam bagi keluarga, khususnya si kecil. Selain sebagai refreshing dan kebersamaan, kegiatan di alam pun memperkaya khazanah pengetahuan dan menambah wawasan si kecil tentang berbagai ciptaan-Nya juga memberi pengalaman unik-spesial nan berkesan yang tentu saja tidak akan didapatkan ketika si kecil refreshing di wahana permainan, pusat perbelanjaan atau hiburan teknologi urban. Tentunya masih ada manfaat lain berkegiatan di alam yang belum bisa terangkum di tulisan singkat ini.

Nah, jika ada orangtua yang berhasrat melakukan pendakian bersama si kecil tetapi masih sangsi karena tidak memiliki basic atau pengalaman sebagai pendaki, pecinta alam atau anggota mapala (mahasiswa pecinta alam), maka kami sarankan tidak usah berkecil hati. Kami sudah “naik-naik ke puncak gunung” bersama si kecil kami—Jernih sejak berumur dua tahun—meski tanpa latar belakang pecinta alam atau anggota mapala. Saya sendiri baru beberapa waktu belakangan ini diajak ikut serta beberapa teman mendaki Gunung Ungaran, Gunung Merbabu, dan Gunung Sindoro. Prestasi yang jelas kurang mentereng jika dibanding dengan beberapa teman sependakian yang telah mendaki lebih banyak gunung. Istri saya pun kurang lebih setali tiga uang saja. Sebelum memiliki anak, istri saya hanya pernah mendaki Gunung Ungaran. Itu pun tersesat karena melewati jalur pendakian yang salah. 

Karena itu, tulisan ini murni sekadar berbagi pengalaman ala kami dan pastinya jauh dari maksud menggurui sebab kami juga pemula di dalam hal pendakian gunung. Selain itu, alasan menyajikan pengalaman kami dalam bentuk tulisan ini yaitu karena adanya beberapa pertanyaan di forum yang kami ikuti di media sosial terkait pendakian bersama si kecil. Bersama si kecil, kami pun baru mendaki tiga gunung yang tidak terlalu tinggi dan cukup ramah untuk pemula, yaitu: Gunung Andong (1726 MDPL), Gunung Ungaran (2050 MDPL), dan Gunung Merbabu (3142 MDPL). Semua gunung tersebut terletak di Jawa Tengah dan tidak begitu jauh dari domisili kami di Semarang.

Pastinya kegiatan mendaki gunung ini kami lakukan tidak sekadar ikut-ikutan tren atau bahkan hanya demi selfie dan ingin eksis berfoto semata. Kenapa mendaki gunung? Tiap orang mungkin punya jawaban dan alasan berbeda. Salah satu alasan kami, kebersamaan yang tercipta ketika menjelajah dengan tantangan menuju puncak mampu meninggalkan kenangan mendalam dan merupakan pengalaman yang begitu spesial. Hobi atau kegiatan outdoor memang terasa lebih spesial jika dilakukan bersama keluarga tercinta dibanding bersama teman. 

Untuk melakukan pendakian gunung bersama si kecil, tidak lupa kami membekali diri dengan pengetahuan, pertimbangan matang, serta persiapan terencana. Sepenuhnya kami sadar, modal tekad dan keberanian saja tidaklah cukup memadai. Berdasar pengalaman, kegiatan ini bisa dilakukan para orangtua secara aman dengan syarat selalu berpegang teguh pada prinsip safety, keselamatan. Ini merupakan syarat mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar. 

Meski kita tidak bisa memprediksi alam dan apa yang kelak akan terjadi, namun dengan rencana, persiapan serta peralatan yang baik akan sangat membantu untuk bisa survive menghadapi berbagai kemungkinan buruk. Hal yang patut dicamkan adalah jangan pernah meremehkan alam. Jika para orangtua selalu mengingat dan berlandaskan prinsip safety, dengan sendirinya tidak akan gegabah dan asal-asalan sewaktu merencanakan, mempersiapkan, dan pelaksanaan di lapangan. Kami selalu mengingatkan diri, kegiatan mendaki bersama si kecil sangat riskan jika direncanakan dan dipersiapkan ala kadarnya serta terkesan menyepelekan alam. Persiapan/perlengkapan pergi ke gunung tidak sama dengan pergi ke pantai apalagi ke mall. Risiko cedera dan terluka, tersesat, ancaman penyakit ketinggian, hypothermia, dan bahaya-bahaya lain siap mengancam bahkan dapat merenggut nyawa.

Berdasar pengalaman, kami tidak langsung membawa si kecil untuk mendaki gunung. Sebagai tahap awal, beberapa kali kami membawa si kecil camcer (camping ceria) di area bumi perkemahan atau di kaki gunung sambil melihat respons si kecil. Selama camcer ini, kami juga mencoba menginventarisasi list peralatan, perlengkapan, dan obat-obatan selama berkemah serta kemungkinan besar dibutuhkan sewaktu pendakian bersama si kecil. Menurut kami, sewaktu camcer ini merupakan waktu yang tepat bagi orangtua untuk membiasakan diri berlatih mendirikan tenda, tidur di tenda, memasak, juga  melakukan hiking ringan di track yang terdapat di area perkemahan. 

Dalam camcer ini, juga perkara penting untuk menciptakan suasana menyenangkan, terutama bagi si kecil. Barangkali tiap-tiap orangtua memiliki cara dan metode berbeda. Patut diingat, jangan sampai kegiatan pra-pendakian ini membuat si kecil tidak enjoy bahkan menjadi pengalaman traumatik baginya. Oleh karena itu, penting juga untuk berkegiatan secara terencana selama camcer. Saran kami, lakukan camcer ini hingga orangtua yakin dan si kecil siap untuk pendakian gunung sesungguhnya.

Jika si kecil merespons dengan baik selama camcer dan menurut pertimbangan para orangtua, si kecil siap dibawa mendaki, maka berikut ini hal-hal yang lazim kami lakukan sebelum pergi mendaki bersama si kecil. Perlu diingat, tentu ini versi kami, bukan standar baku yang harus dilakukan tiap orangtua. 

1. Perencanaan

Bagi kami, perencanaan menjadi fase krusial juga menentukan keberhasilan sebuah pendakian. Ketika orangtua gagal di dalam merancang perencanaan, maka sama artinya mereka merencanakan kegagalan di kemudian hari. Oleh sebab itu, perencanaan yang baik dan teliti merupakan hal yang mutlak.

Kami biasanya mengagendakan pendakian bersama si kecil jauh-jauh hari agar memiliki jeda waktu cukup untuk melakukan persiapan. Minimal satu bulan sebelumnya kami memilih dan menetapkan gunung yang akan didaki. Dengan pertimbangan waktu dan jarak tempuh, kami biasanya memilih gunung yang berlokasi tidak jauh dari domisili di Semarang. Untungnya, di Jawa Tengah terdapat beberapa gunung yang sudah terkelola dengan baik sehingga kami tidak perlu repot mencari tempat pendakian yang lebih jauh.

Jika telah memastikan gunung yang akan didaki, selanjutnya kami akan menentukan jalur pendakian yang akan dilalui. Biasanya di sebuah gunung memiliki beberapa jalur pendakian. Sebelumnya, kami mencari informasi dan referensi sebanyak-banyaknya mengenai pendakian dan gunung yang akan didaki. Bagi kami, kegiatan mencari serta mengumpulkan informasi tidak boleh disepelekan. Keberhasilan dan keselamatan pendakian juga ditunjang oleh informasi yang diperoleh serta cara mengolah dan memanfaatkan informasi tersebut. Informasi ini bisa diperoleh melalui teman, sahabat, keluarga yang pernah mendaki gunung tersebut atau melalui forum-forum media sosial, blog-blog, website-website via internet maupun menghubungi basecamp pendakian. Jika sudah memperoleh informasi memadai tentang berbagai jalur pendakian, sebaiknya pilihlah jalur pendakian dengan track yang agak mudah dan bersahabat dalam arti tidak terlalu banyak rute terjal dan berbahaya. Lebih baik lagi jika di jalur itu terdapat sumber air.

Berikutnya, kami menetapkan waktu keberangkatan, transportasi yang digunakan, dan rute yang akan ditempuh menuju basecamp pendakian. Ketika mendaki bersama si kecil, kami cenderung memilih mendaki di hari biasa, bukan akhir pekan atau hari libur. Biasanya di gunung tidak begitu ramai, bisa lebih leluasa menikmati pendakian jika mendaki pada weekdays. Sebaliknya, gunung lebih ramai dan padat pada akhir pekan atau hari-hari libur. Sisi positif jika mendaki di akhir pekan atau hari libur, yaitu bantuan pertolongan dari pendaki lain relatif mudah diperoleh jika sewaktu-waktu mengalami kesulitan.

Musim kemarau adalah waktu ideal untuk mendaki bersama si kecil. Meski demikian, jas hujan—model ponco—wajib selalu dibawa karena cuaca di gunung sukar diprediksi. Selain itu, dalam keadaan darurat, jas hujan bisa berfungsi sebagai shelter, bivak, atau tempat perlindungan sementara.

Untuk menentukan rute yang akan ditempuh dari rumah menuju lokasi pendakian, kami memanfaatkan bantuan Maps atau GPS di gawai dan informasi yang diperoleh via internet. Kami juga membuat rencana dan perkiraan jam keberangkatan, jarak yang ditempuh, estimasi waktu perjalanan menuju basecamp, lama istirahat di basecamp, saat memulai pendakian dari basecamp, tempat mendirikan tenda, waktu summit attack dan lain-lain. Perencanaan ini bersifat fleksibel dan disesuaikan dengan kondisi-pelaksanaan di lapangan.

2. Persiapan

Persiapan di sini mencakup persiapan fisik-mental dan perlengkapan/peralatan pendakian. Kira-kira sebulan atau tiga minggu sebelum hari H, kami bersama si kecil biasanya melakukan olahraga lari atau jogging. Frekuensinya bisa tiga kali seminggu atau minimal sekali seminggu. Ini dimaksudkan untuk membiasakan tubuh sehingga “tidak kaget” ketika beraktivitas berat sewaktu mendaki. 

Minimal empat hari sebelum pendakian, kami berbelanja logistik dan mempersiapkan peralatan/perlengkapan serta obat-obatan. Kenyamanan dan keselamatan juga ditunjang oleh peralatan/perlengkapan yang andal dan tepat. Semakin komplet perlengkapan/peralatan mendaki yang dimiliki makin baik. 

Apabila para orangtua bermaksud melakukan kegiatan outdoor ini secara bersinambung, opsi untuk mencicil dan melengkapi satu per satu peralatan bisa menjadi pilihan. Bijaklah di dalam membeli. Perlengkapan yang dibeli tidak harus bermerek dan mahal. Sesuaikan dengan bujet dan kemampuan. Namun jika tidak memiliki peralatan atau kurang lengkap maka menyewa di persewaan peralatan outdoor bisa menjadi alternatif. 

Cek kembali setiap peralatan/perlengkapan sebelum dibawa mendaki. Masalah frame tenda patah, flysheet tenda bolong, headlamp yang mati, kompor lapangan yang rusak bisa segera diketahui dan diantisipasi lebih dini.

Perlengkapan dan kebutuhan si kecil juga kami siapkan dengan teliti. Pakaian hangat, perlengkapan tidur, makanan, susu, dan obat-obatan menjadi fokus perhatian. Karena si kecil sudah tidak memakai popok, maka kami selalu membawa sekop kecil untuk menggali dan mengubur kotorannya ketika buang air besar. Usahakan untuk tidak buang air besar di dekat rute pendakian supaya tidak mengganggu bagi para pendaki lain yang akan lewat. Sekop dan aturan ini juga berlaku untuk orangtuanya. Lengkapi pula dengan tisu kering dan basah. 

Jika si kecil masih harus digendong, gunakan gendongan anak atau carrier khusus yang membuat si kecil merasa nyaman. Carrier jenis ini bisa dibeli di toko peralatan outdoor atau via online. Cara dan seni packing pun sebaiknya dikuasai orangtua. Packing yang baik tentu membantu sewaktu membawa tas carrier yang berat juga memudahkan saat ingin mengambil barang tertentu. Sebaiknya bungkus semua barang bawaan dengan plastik untuk mengantisipasi basah ketika kehujanan.

Ada baiknya membawa teman, sahabat, atau keluarga yang berpengalaman mendaki gunung jika para orangtua belum pernah sekalipun mendaki bersama si kecil. Alternatif lain, jika barang yang dibawa cukup banyak bisa juga menyewa jasa guide atau porter untuk mendampingi dan membawa barang tersebut. Jasa guide atau porter bisa diperoleh di masing-masing basecamp pendakian dengan tarif bervariasi, biasanya tergantung negosiasi juga. Kami selama mendaki tidak pernah menggunakan jasa guide atau porter demi efisiensi pengeluaran. Informasi dan survei mendalam tentang jalur pendakian yang akan dilalui mutlak penting jika orangtua memutuskan mendaki tanpa pendampingan guide atau porter. Ini demi mengantisipasi risiko tersesat sewaktu pendakian.

Orangtua juga perlu memberitahukan orang terdekat atau keluarga jika berencana mendaki bersama si kecil. Informasikan kepastian saat keberangkatan dan waktu maksimal kepulangan dari pendakian. Ini untuk mengantisipasi apabila hingga batas waktu maksimal masih belum tiba di rumah, pihak keluarga bisa segera mencari tahu dengan menghubungi pihak basecamp.

Maksimalkan fungsi perangkat smartphone untuk membantu dan memudahkan rencana maupun pelaksanaan pendakian, misalnya: penggunaan Maps atau GPS untuk menentukan rute perjalanan atau petunjuk arah sewaktu pendakian. Selain itu, unduh aplikasi lain yang juga dapat menunjang pendakian: cuaca, aplikasi hiking, pertolongan pertama dan lain-lain.

3. Pelaksanaan

Kami berdoa sebelum melakukan aktivitas pendakian, sewaktu pendakian, dan mengucap syukur usai mendaki. Menurut kami, berdoa sangat membantu menambah keyakinan diri, memberi ketenangan, keberanian serta memohon kelancaran dan perlindungan keselamatan dari-Nya selama pendakian. Oleh karena itu berdoa merupakan prioritas terpenting dan mutlak dilakukan.

Kami bertolak dari rumah menggunakan kendaraan pribadi. Sebelumnya kami sudah menetapkan waktu keberangkatan, memperkirakan jarak dan lama waktu tempuh. Penggunaan Maps atau GPS di gawai bisa mempermudah jika orangtua kurang mengetahui pasti arah yang harus dituju. Jika masih tidak yakin, bisa bertanya dengan orang yang ditemui dalam perjalanan.

Pada saat pembayaran dan pendaftaran di basecamp, sebaiknya simpan dengan baik peta pendakian yang biasanya diberikan untuk berjaga-jaga. Mintalah peta ini jika belum diberikan atau bisa juga mengunduh via internet. Biasanya di peta pendakian juga tertera nomor kontak basecamp. Jika sewaktu-waktu terjadi kondisi darurat dan membutuhkan pertolongan, opsi menghubungi pihak basecamp patut dicoba walaupun sinyal seluler sering tidak stabil di gunung.

Sesampai basecamp, kami tidak langsung melakukan pendakian. Kami rehat sejenak dan melakukan pemanasan supaya tubuh beradaptasi terhadap ketinggian yang berkadar oksigen tipis. Sewaktu mendaki juga kami lakukan dengan santai dan tidak tergesa-gesa. Sangat penting menjaga jarak aman agar bisa saling melihat dan mengawasi satu sama lain. Penting diingat, ini bukanlah perlombaan atau kompetisi adu cepat menuju puncak. Berbagilah peran dan posisi, siapa yang berada di depan, dan siapa yang berjalan di belakang. Beberapa peristiwa pendaki tersesat yang kami baca, biasanya bermula ketika si pendaki tertinggal atau terpisah dari rombongan. Jadi sangat penting untuk selalu menjaga keutuhan rombongan. Beristirahatlah atau dirikan tenda jika lelah atau tidak kuat lagi melanjutkan perjalanan. Pendakian bisa dilanjutkan kembali jika kondisi fisik-stamina sudah pulih dan lebih baik.

Faktor keberanian dan ketenangan juga dibutuhkan dalam kegiatan ini, terlebih jika orangtua hanya mendaki bersama si kecil saja. Berbagai situasi-kondisi di gunung menuntut untuk tidak panik. Berjalan di kegelapan malam, kehujanan, tenda yang bocor, berkemah sendirian, ada yang mengalami sakit atau cedera, bahkan ketika hal buruk terjadi seperti misalnya tersesat di gunung. Secara teoretis bahkan dalam praktik nyata adalah lebih baik berusaha bersikap tenang untuk menganalisis situasi dan mencari solusi. Ketika salah seorang bersikap panik, bisa jadi kepanikan itu menular dan membuat situasi bertambah runyam.

Yang tidak kalah penting, selalu bawa turun sampah pribadi karena gunung bukanlah tempat pembuangan sampah. Kami biasanya selalu menyiapkan satu kantong plastik yang diikatkan di strap depan carrier untuk menampung sampah yang dibawa. Ketika di Gunung Merbabu, kami merasa prihatin melihat plastik bungkus-bungkus makanan, botol minum dan air mineral, puntung rokok bahkan jas hujan plastik yang dibuang sembarangan oleh para pendaki yang tidak bertanggung jawab. Itu membuat area-area yang berserakan sampah tidak enak dilihat, mengurangi keindahan, dan terkesan tidak nyaman. Jadi kami berprinsip dimulai dari diri sendiri untuk tertib membawa turun sampah pribadi.

4. Penutup

Tulisan dari sekelumit pengalaman kami tentu tidak mampu mengakomodasi semua pertanyaan dan menjadi solusi tuntas bagi orangtua yang masih dibayangi keraguan dan pertanyaan. Seperti ungkapan practice makes perfect, maka bergegaslah mengawali dengan tindakan. Makin sering melakukannya, berbanding lurus semakin baik di dalam perkara itu. Semakin sering orangtua berkemah dan hiking bersama si kecil, semakin tinggi rasa keyakinan serta percaya diri orangtua untuk naik ke level berikutnya. Secara bersamaan, orangtua pun memperoleh pengetahuan dan kemampuan yang mungkin saja tidak diperoleh dari teori-teori yang dipelajari.

Bergabung di forum-forum atau komunitas-komunitas di media sosial juga sangat membantu memperluas wawasan dan menambah pengetahuan terkait pendakian. Belakangan, kami juga menemukan adanya komunitas-komunitas keluarga pecinta alam yang sudah terbentuk cukup lama. Para orangtua yang tertarik mengajak si kecil berkegiatan di alam tetapi minim pengalaman bisa bergabung dengan komunitas-komunitas ini. Biasanya komunitas ini memiliki agenda kegiatan bersama di alam, seperti hiking, camping, penanaman pohon, bahkan pendakian bersama. Ini merupakan wadah yang bisa dikatakan jalan pintas bagi orangtua yang awam atau pemula di kegiatan alam tetapi berhasrat mengenal dan mengenalkan alam kepada si kecil. Di komunitas ini tentu para orangtua bisa saling bertukar pengalaman dan pengetahuan mendaki juga bisa mengadakan pelatihan survival skills yang sangat bermanfaat di dalam kegiatan outdoor.

Pada akhirnya, tujuan mendaki gunung sejatinya adalah pulang kembali ke rumah dengan selamat. Entah berhasil mencapai puncak gunung yang didaki ataupun tidak. Hambatan cuaca buruk, cedera, sakit, stamina fisik yang menurun, atau hal lain di luar prediksi bisa saja membuyarkan impian menapakkan kaki di puncak. Alih-alih menggunakan perasaan dan memaksakan diri, coba pertimbangkan segala langkah kemungkinan dengan nalar dan logika. Apabila terjadi badai, cuaca buruk, ada yang sakit atau cedera lebih baik urungkan dan tunda dulu pendakian. Mendirikan tenda dan beristirahat memulihkan kondisi fisik sambil menunggu cuaca membaik merupakan pilihan bijak. Namun jika tidak memungkinkan melanjutkan pendakian, keputusan untuk kembali pulang pun tak terelakkan. Pinggirkan ego individu, prioritaskan keselamatan bersama khususnya si kecil. Keselamatan si kecil pun tidak terlepas dari tanggung jawab orangtua. Jangan sampai orangtua membahayakan keselamatan si kecil demi ambisi pribadi dan hasrat menggebu untuk mendapat jempol dan hati sebanyak-banyaknya dari mem-posting ke media sosial foto si kecil di puncak gunung. Ingatlah selalu, pulang ke rumah dengan selamat adalah tujuan dan misi final dari pertualangan bersama si kecil di gunung. AYO, SEMANGAT BERTUALANG DENGAN SELAMAT!

Oleh: W. Chrisna 

FB: Willy Chrisna Dinata 

Instagram: willy.c.dinata